Jumat, 25 Juli 2008

Shalat Jumat Bagi Muslimah

Tanya: Bagaimana kalau muslimah melakukan shalat jumat? Apakah dengan mengerjakan shalat Jumat kemudian shalat Zhuhurnya gugur?
(Widi, Boyolali)

Jawab: Para ulama sepakat, hukum shalat Jumat itu wajib sebagaimana diperintahkan Allah dalam Al-Quran surat Al-Jumu'ah ayat 9 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah mengingat kepada Allah, dan tinggalkan jual beli, karena yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Sholat Jumat, termasuk kewajiban-kewajiban Ainiyah (fardlu 'ain) sehingga berlaku atas setiap orang yang telah memenuhi syarat-syarat wajibnya (syuruth al-wujub). Di antara syarat wajib tersebut adalah adz-dzukurah / dzukuriah, artinya sifat kelaki-lakian. Karenanya, perempuan tidak wajib menjalankan shalat tersebut.
Ketentuan ini atas sebuah hadits riwayat Thariq Ibn Syihab ra. Yang menyatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda, yang artinya:
“Mendirikan Jumatan adalah hal yang wajib (haqqun wajibun) atas setiap Muslim kecuali empat orang, yakni budak, perempuan, anak kecil, dan orang sakit.”(HR. Abu Dawud)
Keempat kelompok yang terbebas dari kewajiban itu masih ditambah lagi dengan musafir, yaitu orang yang bepergian dengan jarak tempuh kurang lebih 90 kilometer.
Jika kita perhatikan, meski di mata agama Islam lelaki dan perempuan itu sama dan sederajat, tetapi dalam beberapa hukum mereka dibedakan.
Selain kewajiban shalat Jumat, bisa kita sebutkan antara lain dalam masalah warisan. Bagi perolehan bagi mereka yang berjenis kelamin laki-laki adalah dua kali lipat bagian perempuan. Di samping itu, kekhususan lain yang dibebankan kepada laki-laki dan tidak dibebankan kepada perempuan adalah dalam hal kewajiban mengikuti jihad.
Adanya perbedaan dalam kasus-kasus tertentu itu, sama sekali tidak berlawanan dengan jiwa dan semangat egaliter (kesamaan) yang dijunjung tinggi oleh ajaran Islam.
Perbedaan itu diperlukan, karena dalam batas-batas tertentu antara laki-laki dan perempuan berlainan secara fisik dan mental. Ini adalah suatu kenyataan yang tidak mungkin diingkari.
Dalam kasus shalat Jumat kalau diperhatikan secara mendalam, pembebasan perempuan dari ikatan kewajiban shalat justru mengandung hikmah yang sangat besar.
Kalau perempuan dituntut sebagaimana laki-laki, maka akan segera muncul sederetan masalah yang perlu pemecahan. Persoalan itu antara lain siapa yang harus menjaga rumah? Dan jika perempuan masih mengasuh anak kecil, tidakkah terlalu berbahaya jika sang anak ditinggal sendirian? Jika dia sedang hamil, tidakkah terlalu memberatkan baginya melakukan perjalanan menuju masjid yang cukup jauh dari rumah? Padahal secara syar'i dalam satu daerah hanya diperbolehkan melakukan satu kegiatan shalat jumat, kecuali ada kebutuhan yang mendesak.
Meski perempuan tidak diwajibkan, sah-sah saja dia ikut shalat Jumat. Andaikata ini dilaksanakan, maka dengan sendirinya bisa menggugurkan kewajiban shalat Zhuhur. Pendapat ini sebagaimana diterangkan dalam kitab Al-Bajuri (Syarah Fath Al-Qarib).
Dan tentu saja perempuan yang memilih untuk tidak melaksanakan shalat Jumat (jumatan) hendaknya segera melakukan shalat Zhuhur secara berjamaah di rumahnya. Karena menunaikan shalat pada awal waktu adalah termasuk sebaik-baik amal ibadah (afdhal al-a'mal).

Sumber: “Buku Dialog Dengan Kiai Sahal Mahfudh (Solusi Problematika Umat)”
Penerbit: AMPEL SUCI Surabaya Bekerja Sama Dengan LTN NU Wilayah Jawa Timur, Cet.1, 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kirim komentar anda tentang blog ini dengan bahasa yang sopan dan santun.